BID’AH DALAM AGAMA
a. Definisi
Menurut bahasa kata “bid’ah”
berarti segala sesuatu yang baru, yang
belum pernah ada sebelumnya. Sedangkan menurut pengertian syar’iy bid’ah
berarti :sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama tetapi dianggap sebagai
bagian ajaran agama, biasanya dengan menambahkan atau mengurangi ajaran agama
yang sudah ada.
Ar Rabi’
meriwayatkan dari As Syafi’i yang mengatakan bahwa bid’ah itu ada dua macam, pertama sesuatu yang baru dan
bertentangan dengan Al Qur’an, Sunnah dan Ijma’. Kedua sesuatu yang baru dan tidak bertentangan dengan konsep
sebelumnya.
b.
Dalil-dalil
Dalil-dalil yang
banyak membicarakan tentang bid’ah antara lain :
1.
Hadits Aisyah ra. Rasulullah bersabda “Hal yang mengada-ada dalam urusanku, yang
tidak ada perintahku, maka hal itu akan tertolak”. Muttafaq alaih
2.
Hadits Jabir bin Abdullah, yang menceritakan bahwa
pernah Rasulullah berkhutbah dan menyatakan :”Sesungguhnya
sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Muhammad SAW. Dan seburuk-buruk urusan adalah yang baru, dan setiap bid’ah
adalah sesat” HR Ahmad.
3.
Hadits Irbadh ibn Sariyah yang menceritakan: Suatu
hari Rasulullah SAW shalat bersama kami, lalu ia menghadapi kami dan menasehati
kami dengan nasehat yang melelehkan air mata, menggetarkan hati. Berkatalah
salah seorang dari kami: “Ya Rasulullah sepertinya ini adalah nasehat
perpisahan, maka apa yang akan engkau pesankan untuk kami? Sabda Nabi: “Aku wasiatkan kalian untuk selalu bertaqwa
kepada Allah, mendengar dan mentaati kepada pemimpin kalian, meskipun ia adalah
budak hitam. Maka sesungguhnya barang siapa yang akan hidup berumur panjang, pasti
akan menyaksikan perselisihan yang banyak, maka tetaplah kalian dalam sunnahku,
sunnah khalifah rasyidin yang mendapatkan hidayah. Peganglah dan gigitlah
dengan gigi taringmu. Dan waspadalah dengan hal-hal baru, karena setiap yang
baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat”. An Nasa’iy menambahkan: “ dan setiap bid’ah akan masuk neraka.”
HR Ahlussunan.
a. Penyebab Lahirnya Bid’ah
Bid’ah dalam agama lahir
disebabkan oleh banyak sebab. Secara global penyebab itu dapat dikategorikan
dalam dua kelompok: penyebab intern dan ekstern.
1.
Penyebab-penyebab intern
- Ketidak tahuan terhadap Sunnah Nabi
- Keinginan untuk berbuat baik yang berlebihan
- Ketakutan kepada Allah yang berlebihan
- Mengikuti syetan
- Mencari dan mempertahankan kedudukan
- Adanya pendapat yang memperbolehkan taqlid (mengekor dalam beramal tanpa mengetahui dalil)
- Pengalihan belajar Al Qur’an dan Sunnah pada pendapat ulama dan fuqaha (ahli fiqh).
- Syubhat (ketidak jelasan) antara bid’ah dan al mashalih al mursalah ( kebaikan yang tidak disebutkan dalam tekstual dalil syar’iy)
2.
Penyebab-penyebab ekstern
Penyebab ekstern
munculnya bid’ah adalah rekayasa dari luar yang dilakukan oleh musuh-musuh
Islam seperti yang dilakukan kaum zindiq (kafir ateis) dengan
menyebarkan pemikiran dan pemahaman yang merusak akidah dan konsep Islam,
seperti pengkultusan kepada orang-orang shalih, atau penghentian pemberlakuan
syariah Islam, sehingga umat Islam mencari alternatif syariah lainnya.
b. Hukumnya
Secara umum
bid’ah adalah perbuatan dosa yang haram dikerjakan. Hal ini dapat kita
perhatikan dari dalil-dalil yang menerangkan tentang bid’ah sebagaimana
tersebut di atas. Meski begitu tingkatan haramnya berbeda-beda sebagaimana
tingkatan maksiyat yang lain.
Hukum bid’ah
dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu bid’ah kabirah (besar) dan
bid’ah shaghirah (kecil).
1.
Bid’ah Shaghirah
Bid’ah Shaghirah
adalah bid’ah yang terjadi pada masalah furu’iyyah (cabang), karena adanya
syubhat (ketidak jelasan) dalil. Bid’ah ini akan terus kecil jika:
- tidak menjadi bentuk kebiasaan (mudawamah)
- tidak mengajak orang lain mengikutinya
- tidak melakukannya di tempat umum, atau tempat pelaksanaan sunnah mu’tabarah (diakui)
- tidak dianggap remeh.
2.
Bid’ah Kabirah
Bid’ah Kabirah
adalah bid’ah yang terjadi pada masalah-masalah pokok, tidak pada masalah
furu’iyyah, pelakunya diancam dengan ancaman Al Qur’an maupun As Sunnah.
Sebagaimana tingkatan bobot yang ada dalam dosa besar, begitu juga perbedaan
tingkatan dalam bid’ah kabirah. Bahkan ada yang membuat pelakunya menjadi kufr.
c. Macamnya
Macam bid’ah
dapat dikelompokkan dalam kelompok-kelompok
berikut ini :
1.
Bid’ah Haqiqah (asli)
Bid’ah Haqiqah adalah sesuatu
yang baru dan sama sekali tidak ada dalil syar’inya, baik dalam Al Qur’an,
Sunnah, maupun Ijma’. Tidak ada istidlal (petunjuk dalil) yang
digali oelh para ulama mu’tabar.
2.
Bid’ah Idlafiyyah (tambahan)
Bid’ah Idlafiyyah adalah sesuatu
yang secara prinsip memiliki dasar syar’iy, tetapi dalam penjelasan dan
operasionalnya tidak berdasar dalil syar’iy.
- Dari sisi waktu seperti :shalat, raghaib, shalat nisfu sya’ban. Secara prinsip shalat malam diajarkan dalam agama, tetapi pembatasan waktu dan kerangka tertentu inilah yang tidak ditemukan dalil syar’inya.
- Dari sisi penyimpangan prinsip, seperti Talhin (lagu) dalam adzan. Adzannya sendiri diajarkan dalam agama, tetapi melagukan adzan dalam nada tertentu menjadi bid’ah
- Dari sisi sifat pelaksanaan, seperti : mengeraskan dzikir dan bacaan Al Qur’an di hadapan jenazah. Dzikir dan tilawah Al Qur’an adalah ibadah yang masyru’, tetapi pelaksanaannya di hadapan jenazah menjadi lain.
Penolakan pada bid’ah kelompok ini
adalah sikap penolakan pada kaifiyah (cara), bukan pada
prinsipnya.
3.
Bid’ah Tarkiyyah (meninggalkan)
Bid’ah Tarkiyyah adalah sikap
meninggalkan perbuatan halal dengan menganggap bahwa sikapnya itu tadayyun
(kesalihan beragama). Sikap ini bertentangan dengan konsep syari’ah
secara umum. Seperti yang pernah diajukan oleh tiga orang yang bertanya tentang
ibadah Nabi, lalu masing-masing dari tiga ini berjanji untuk meninggalkan
sesuatu yang halal dengan tujuan agar lebih shalil dalam beragama. Sehingga
keluar pernyataan Nabi: …barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka ia
bukanlah dari ummatku”. Muttafaq alaih
4.
Bid’ah
Iltizam dengan Ibadah Muthlaqah (mewajibkan diri dengan
ibadah yang bebas )
Bid’ah Iltizam adalah
pembatasan diri pada syari’ah yang mutlak, dengan waktu atau tempat tertentu.
Syari’ah yang mutlak itu bisa berupa ucapan, perbuatan. Seperti bershalawat
Nabi, dsb. Secara prinsip bershalawat diajarkan agama dan diperintahkan untuk
banyak melakukannya, kecuali yang dibaca pada shalat. Bid’ah dalam hal ini
muncul ketika ada pembatasan waktu atau tempat tertentu, tidak bisa dilakukan
di luar waktu atau tempat yang telah ditentukan itu.
Imam Hasan Al
Banna memandang bid’ah selain bid’ah haqiqah, tidak termasuk dalam
bid’ah prinsip yang menyesatkan, akan tetapi lebih merupakan keberagaman
ijtihad dalam masalah furu’iyyah. Ada dalil prinsip yang menjelaskan pokok
masalah, lalu muncul ijtihad dalam penerapan dan pelaksanaannya.
d. Bahaya Bid’ah
Tersebarnya bid’ah dalam kehidupan
umat akan berakibat buruk dan akan
memperlemah umat. Akibat yang
ditimbulkan antara lain :
1.
Memperlemah iman umat, karena bid’ah lebih
mendasarkan pada hawa nafsu, bukan pada wahyu Allah.
2.
Menyebarkan taqlid (mengekor tanpa mengenali dalil), karena biasanya
bid’ah lebih cocok dengan hawa nafsu, bukan dengan dalil syar’iy.
3.
Tergusurnya/punah sunnah-sunnah Rasulullah, sehingga
Islam tidak dikenali lagi kecuali namanya saja.
e. Cara Menghadapinya
Menghadapai
bid’ah yang menyesatkan ini, kita wajib melakukan sesutu untuk menghentikannya.
Cara efektif dalam menghadapi bid’ah adalah lewat bentuk-bentuk
pengingkaran/penolakan dengan hikmah (bijak), bashirah (ketajaman mata
hati), dialog yang sehat dan metode-metode lain yang tidak menimbulkan bid’ah
yang lebih besar dari yang hendak dihapuskan.
Metode efektif
menghadapi bid’ah adalah metode yan dapat diukur tingkat pencapaiannya dengan
biaya yang paling ringan dan korban yang paling minimal. Sarana dan cara menghadapi
bid’ah tidak baku dan kaku, tetapi
berkembang sesuai dengan situasi, ruang dan waktu bid’ah itu muncul.
Rasulullah saw
telah memberikan teladan dalam menghadapi bid’ah dengan hikmah dan bashirah
agar tidak menimbulkan bid’ah yang lebih besar lagi. Dalam ruang dan waktu yang
berbeda diperlukan sikap yang berbeda. Rasulullah membedakan sikapnya dalam
menghadapi bid’ah di Makkah, di Madinah dan di Makkah seusai Fathu Makkah. Hal
ini bisa kita lihat dari sikap Nabi
terhadap berhala yang ada di sekitar Ka’bah, antara sebelum hijrah dan sesudah
fathu Makkah. Dan adakah yang lebih
bid’ah dibandingkan dengan berhala di sekeliling Ka’bah?
Wallahu
a’lam.
BID’AH
DALAM AGAMA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar